Rabu, 24 Oktober 2012

Dibalik Telinga Panjang Suku dayak



Bumi pertiwi telah tenar sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.504 pulau besar dan kecil yang 6.000 diantaranya merupakan pulau tidak berpenghuni. Seluruh pulau-pulau tersebut didiami oleh ribuan suku yang memiliki akar budaya dan tradisi serta adat istiadat yang berbeda. Inilah yang menyebabkan Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam dan hasil bumi, namun juga punya keberagaman budaya. Dari sekian banyak tradisi dan adat istiadat tersebut, masing-masing memiliki perbedaan dan keunikan tersendiri.
Misalnya budaya dan tradisi Suku Dayak. Suku yang hidup di Pulau Borneo ini selain punya seni tato juga memiliki tradisi telinga panjang yang hampir punah seiring dengan arus globalisasi dan perkembangan jaman. Jika masih ada yang mempertahankannya, itu pun tinggal segelintir orang Dayak berusia lanjut.
Alasannya, lantaran generasi muda suku Dayak merasa malu memiliki daun telinga yang panjang dan kerap diolok-olok saat mereka bertandang ke kota. Selain itu, trend di ranah fashion juga cukup berpengaruh untuk meredam dan perlahan menghilangkan tradisi tersebut. Biasanya mereka yang bertelinga panjang sengaja memotong ujung daun telinganya lewat sebuah operasi kecil.
Namun tidak semua sub suku Dayak di Pulau Kalimantan punya tradisi ini. Hanya beberapa kelompok saja yang mengenal budaya telinga panjang, itupun yang mendiami wilayah pedalaman. Seperti masyarakat Dayak Iban, Dayak Kayaan, Dayak Taman dan Dayak Punan. Semisal Suku Dayak Kayaan mengenal tradisi ini dengan sebutan Telingaan Aruu yang dimulai saat seseorang masih bayi dan hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan.
Setelah luka bekas tindikan mengering, kemudian di pasang benang yang lalu diganti oleh kayu sehingga lubang kian lama makin membesar. Prosesi penindikan telinga ini dikenal dengan sebutan Mucuk Penikng. Anting akan ditambahkan satu persatu ke dalam telinga yang lama kelamaan akan mebuat lubang semakin membesar dan memanjang.
Berbeda dengan Suku Dayak Kayaan, tradisi telinga panjang di Suku Dayak Iban tidak dilakukan dengan member pemberat, hamper serupa dengan tradisi di Suku Dayak Taman. Menurut Guru Besar Hukum Adat Universitas Tanjungpura, Prof. Dr. Yohanes Cyprianus Thambun Anyang yang dikutip dari laman ceritadayak.com, “Pada Dayak Taman, tradisi telinga panjang tidak terkait dengan strata sosial tertentu. Tradisi ini khususnya untuk perempuan hanya sebagai identitas keperempuanannya.”

0 komentar:

Posting Komentar