Sabtu, 08 Desember 2012

Tradisi Nikahan Minang Kabau




Tradisi perhelatan pernikahan menurut adat Minangkabau yang lazimnya melalui sejumlah prosesi, hingga kini masih dijunjung tinggi untuk dilaksanakan, yang melibatkan keluarga besar kedua calon mempelai, terutama dari keluarga pihak wanita.
Teks: Ratri Suyani
Tata cara perkawinan di Sumatra Barat sangat beragam antar luhak adat yang satu dengan luhak adat lainnya. Bahkan antara nagari yang sama dalam satu luhak adat pun berbeda tata caranya. Namun, seiring dengan waktu, terutama bagi warga Minang di rantau, urang-urang awak sekarang sudah mau menerima tata cara dari nagari dan luhak adat Minang lainnya, yang dianggap cukup baik dan menarik untuk dilaksanakan. Misalnya untuk hiasan kepala pengantin wanita yang disebut suntiang balenggek. Awalnya hanya digunakan oleh orang-orang di daerah Padang-Pariaman. Tetapi kini juga dipakai oleh semua anak daro urang Minang. Demikian juga dengan malam bainai dan tata cara menginjak kain putih, yang juga awalnya hanya digunakan di beberapa daerah tertentu di Sumatra Barat. Bagaimana tradisi dan upacara pernikahan adat Minang yang lazim dilakukan oleh masyarakat Minang di masa kini? Berikut adalah tradisi dan upacara adat yang biasa dilakukan baik sebelum maupun setelah acara pernikahan: 

1. MARESEK
Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.

2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4. BABAKO-BABAKI
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
5. MALAM BAINAI
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.



http://www.weddingku.com/traditional/tradition/4/1/minangkabau




PAPUA NAN UNIK


Komplek Honai

Beratap jerami, bertembok kayu, berkarpet rumput kering. Kombinasi yang sangat nyaman untuk hunian sederhana ala suku Dani. Inilah rumah khas suku Dani, Honai. Seperti jamur ya?
Honai adalah sebuah rumah tradisional masyarakat suku di Papua yang tinggal di daerah pegunungan. Bentuknya pun sangat unik, seperti rumah jamur.

Senin, 03 Desember 2012

Grebeg Suro




Sebelum gunungan yang berisi sayur-sayuran menjadi rebutan warga, prosesi ritual awal dilakukan dengan mengkirabkan gunungan dari Alun-alun Kidul Karaton Surakarta menuju Kamandungan Karaton yang berakhir di Gladak, Jalan Slamet Riyadi. Kirab gunungan ini diikuti puluhan peserta.

Puluhan peserta kirab ini berasal dari para warga yang mencintai seni dan budaya serta anak-anak dari sanggar budaya yang ada di Solo.Ssebelum mengikuti kirab, anak-anak terlebih dahulu melakukan prosesi memberi makan kerbau bule Kyai Slamet, milik Karaton Surakarta.

Menurut penyelenggara acara, Bambang Saptono, acara peringatan Asyura atau dalam aksen Jawa disebut Suro ini merupakan sebuah ritual sakral bagi orang Jawa, khususnya warga sekitar Karaton Surakarta. Ia mengatakan, gunungan dalam peringatan bulan Suro ini merupakan gambaran persembahan hasil bumi warga bagi keselamatan warga yang berebut. (Eka Hari Wibawa/Wrt3)

http://www.metrotvnews.com/metronews/news/2012/11/25/115214/Warga-Solo-Berebut-Gunungan-Suro/189

Jumat, 23 November 2012

Tari Kecak - Makna dan Arti Tari Kecak- Kecak Dance - Asal usul Tari Kecak- Kecak


Anda pasti sudah sangat familiar dengan Tari Tradisional Bali yang satu ini yaitu Tari KecakTarian Kecak adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki.

Apa Makna dan Arti  Dari Tari Kecak...? - Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana.Walau Begitu , Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan caturmelingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian Sang Hyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Kita Perlu bangga Karena  Tari Kecak Adalah salah satu  Seni Budaya , Seni Tari yang sudah Memiliki Nama yang Sangat Besar Di  mata Dunia

http://taritradisionalbali.blogspot.com/2010/08/tari-kecak-makna-dan-arti-tari-kecak.html

Borobudur Temple Compounds


his famous Buddhist temple, dating from the 8th and 9th centuries, is located in central Java. It was built in three tiers: a pyramidal base with five concentric square terraces, the trunk of a cone with three circular platforms and, at the top, a monumental stupa. The walls and balustrades are decorated with fine low reliefs, covering a total surface area of 2,500 m2. Around the circular platforms are 72 openwork stupas, each containing a statue of the Buddha. The monument was restored with UNESCO's help in the 1970s.

Sabtu, 03 November 2012

Makanan Lezat Tradisional Indonesia

Selain budaya, negara Indonesia memiliki beragam makanan tradisional karena banyaknya suku bangsa yang mendiami wilayah Nusantara. Tidak ada salahnya kita sesekali mencoba beberapa masakan tradisional Indonesia yang dikenal lezat. Banyak sekali makanan-makanan khas daerah yang tersebar di seluruh wilayah di tanah air. Berikut adalah 10 makanan tradisional Indonesia yang patut dicoba ;

1. Bubur Tinutuan

250px Tinutuan bubur Manado 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Tinutuan merupakan makanan khas Manado berupa bubur, biasanya dihidangkan untuk sarapan pagi dengan lauk tambahan berupa ikan cakalang atau tuna, perkedel, dan sambal dabu-dabu roa. Bubur Tinutuan yang sangat lezat ini mengandung beragam jenis sayur dan daging. Bubur Tinutuan yang disajikan bersama mi dinamakan midal.

2. Tempoyak

brengkestempoyakctt 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Bagi penggemar durian, Tempoyak pasti akan mendapatkan tempat di hati. Masakan khas Sumatera, terutama daerah Jambi, Palembang, dan Lampung ini merupakan hasil fermentasi buah durian. Tempoyak yang juga populer di Malaysia ini biasanya disajikan sebagai lauk, dicampur dengan ikan pindang ataupun pepes ikan mas. Ditambah dengan sedikit sambal, rasa gurih dan asam Tempoyak pasti akan membuat ketagihan.


3. Ikan Arsik

ikan arsik 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Ikan Arsik merupakan masakan tradisional kdas Tapanuli yang menggunakan ikan mas sebagai bahan utama. Selain ikan mas, ikan yang biasa digunakan sebagai alternatif adalah ikan kakap dan kembung. Bumbu rempah-rempah khas Tanah Air sangat kuat dalam masakan ini. Salah satu keunikan masakan yang juga dikenal dengan nama ikan mas bumbu kuning ini adalah masih adaanya sisik ikan yang menempel ketika masakan disajikan.

4. Sate Ambal

sate ambal 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Ada banyak beragam makanan sate di Nusantara, salah satunya adalah Sate Ambal. Sate ayam khas Ambal, Kebumen, Jawa Tengah ini tampak seperti sate Padang bila dilihat sekilas. Sambalnya berwarna kuning tua dan encer dengan bumbu yang berasal dari tempe yang dihaluskan. Aroma kuat rempah bumbunya sangat menggugah selera. Selain ayam, ada pula Sate Ambal yang berbahan daging kambing.

5. Horok-horok

0821354620X310 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Horok-horok adalah makanan ringan khas Jepara yang sulit ditemukan di daerah lain. Terbuat dari tepung yang berasal dari pohon aren, orang-orang menggunakan sisir rambut untuk mendapatkan bahan pokok makanan yang kenyal dan sedikit asin ini. Biasanya horok-horok disajikan dengan gula pasir atau sebagai lauk teman untuk bakso, pecel, gulai, dan soto.

6. Nasi Gandul

nasi gandul 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Nasi Gandul adalah makanan khas Pati, Jawa Tengah yang dihidangkan di atas daun pisang. Nasi berkuah ini biasanya disajikan dengan daging sapi ataupun bagian jeroan lain seperti paru dan hati sapi. Nasi Gandul sangat lezat, namun kandungan kolesterolnya cukup tinggi sehingga tidak disarankan untuk memakannya setiap hari.

7. Rujak Soto

rujak soto 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Makanan khas Banyuwangi ini memiliki nama yang cukup aneh, Rujak Soto. Namun apabila Anda melihat penampilan makanan ini, maka Anda pasti ngeh karena masakan ini merupakan perpaduan antara Rujak Cingur dan Soto Babat. Rujak Soto akan lebih nikmat apabila dihidangkan bersama Es Temulawak, es dengan bahan tanaman obat temulawak yang berkhasiat menurnkan kadar kolesterol dalam tubug dan mencegah penyakit hati.

8. Sate Bulayak

1120432620X310 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Sate Bulayak adalah sate khas Nusa Tenggra Barat yang disajikan dengan bulayak atau lontong yang dibungkus dengan daun aren dan sambal yang mirip dengan bumbu kari. Sate Bulayak menggunakan daging sapi dan jeroannya sebagai bahan utama. Cara makan sate yang gurih dan lezat ini adalah dengan mencocol bulayak ke sambal kacangnya dan kemudian menggigit satenya.

9. Papeda

papeda set 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Papeda adalah makanan pokok khas Papua dan Maluku berbahan dasar sagu. Terbuat dari tepung sagi, Papeda sering disajikan dengan kuah kuning yang dibuat dari ikan mubara atau ikan tongkol dengan bumbu rempah seperti kunyit dan ditambahkan jeruk nipis. Papeda menjadi makanan wajib jika Anda berkunjung ke Papua atau Maluku.

10. Ikan Bakar Manokwari

4591775968 c359c6c5d5 10 Makanan Lezat Tradisional Indonesia yang Wajib Dicoba

Sesuai dengan namanya, Ikan Bakar Manokwari adalah makanan khas Manokwari, Papua. Tidak seperti ikan bakar yang biasa kita temui di kebanyakan warung ataupun rumah makan, ikan bakar ini memiliki rasa khas yang bisa membuat lidah bergoyang karena tambahan sambal khas Papua yang disiramkan di atasnya. Ikan yang biasa dijadikan bahan masakan ini adalah ikan tongkol.

Mungkin masih banyak lagi masakan masakan indonesia karena keanekaragaman budaya indonesia tentu sangat mempengaruhi keragaman Kuliner Indonesia pula, Maka dari itu Cintailah Produk Indonesia,......... 


http://uniqpost.com/32270/10-makanan-lezat-tradisional-indonesia-yang-wajib-dicoba/

Aceh Daerah Wisata Religius Terbesar di Asean



Aceh adalah daerah wisata religius terbesar di Asia Tenggara (Asean). Saat ini pemerintah Aceh sedang melakukan pembenahan secara menyeluruh pada objek-objek wisata dan menyiapkan masyarakat yang sadar wisata. Mengenai hal ini masyarakat Aceh sudah sangat peduli dengan pariwisata Aceh.
Salah satu negara yang mempunyai wisatawan terbanyak di Aceh adalah negara Malaysia. Para wisatawan ini ingin menikmati suasana religius Aceh terutama pada peringatan hari-hari besar Islam. 
Menurut Dinas Pariwisata Aceh, menggalang kerja sama dengan travel di Malaysia untuk mempromosikan wisata religius Aceh. Pada hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha masyarakat Aceh selalu memperlihatkan bagaimana rakyat Aceh menyambut Lebaran tiba, dan juga menyambut bulan Ramadhan disebelumnya. Dinas Pariwisata Aceh juga akan mengelar pelatihan-pelatihan kepada masyarakat untuk mendukung program pariwisata yang islami. salah satu kiat untuk membangun pariwisata itu, Dinas Pariwisata telah melatih para abang becak, pemilik-pemilik rumah makan, manajemen mesjid, sebagai bagian dari kegiatan mendukung pariwisata Aceh.

Dibawah ini adalah tempat tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik lokal maupun non lokal dan juga para wisatawan internasional.

Aceh daerah Wisata religius terbesar di Asean


Aceh Daerah Wisata Religius Terbesar di Asean

Aceh Daerah Wisata Religius Terbesar di Asean

Rabu, 31 Oktober 2012

Fakta Unik Tentang Papua

            


Tidak banyak yang tahu,bahwa sebenarnya kata "PAPUA" dan "IRIAN" tidak disukai oleh penduduk aslinya karena kedua kata tersebut mempunyai arti yang kurang bagus. Mereka lebih suka disebut dengan sebutan "NUU WAAR".

2. Kata "PAPUA" memiliki arti yang kurang baik dan dikembangkan oleh bangsa Portugis dan Belanda pada masa kekuasaanya di Papua untuk memecah belah rakyat Papua.

3. Di Papua terdapat 268 bahasa daerah selain Bahasa Indonesia yang digunakan dan dikembangkan oleh berbagai suku di sana.

4. Bagian utara dan timur Papua merupakan daerah rawan gempa, sedangkan di bagian selatan termasuk daerah yang stabil.

5. Terdapat lebih dari 255 (52 %) suku asli di wilayah Papua. Sedangkan 48 % nya adalah Non-Papua yang didominasi oleh suku dari Jawa dan dari Sulawesi.

6. Dahulu agama Islam lebih dahulu masuk ke Papua pada 1214 M oleh Iskandar Syah dari Samudera Pasai. Tetapi masyarakat asli Papua saat ini mayoritas memeluk agama Kristen yang mulai masuk pada 16 Maret 1930.

7. Di Papua terdapat Puncak Jaya yang merupakan puncak gunung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian diatas 5.000 meter. Puncak ini unik karena bersalju abadi padahal terletak di garis khatulistiwa.

8. Papua memiliki beberapa fauna khas diantaranya Cendrawasih, Kanguru, Kus-kus, dan Kasuari yang endemik di wilayah tersebut.

9. Di Papua terdapat OPM yang merupakan gerakan separatis yang diorganisasi oleh kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negaranya sendiri.

10. Di Papua terdapat tumbuhan obat yang disebut "SARANG SEMUT" dan "BUAH MERAH" yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan ada yang mengatakan bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS.

11. Salah satu senjata tradisional suku Papua adalah pisau belati yang terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan hulunya dihiasi bulu dari kasuari pula.

12. Papua sebenarnya memiliki potensi alam yang luar biasa, contohnya adalah tambang tembaga dan emas Freeport, dan potensi wisata Raja Ampat yang katanya merupakan wisata laut terbaik kedua di Indonesia setelah Bali.

13. Di Papua terdapat tradisi MOP, yaitu lelucon yang diturunkan oleh bangsa Belanda. Tradisi ini diadopsi dari perayaan tahunan orang-orang di Eropa, April MOP.

14. Baru-baru ini kabarnya telah ditemukan sebuah gua di Pegunungan Lina, Manokwari yang disebut-sebut sebagai gua terdalam di dunia dengan kedalaman 2.000 m oleh tim ekspedisi speologi Prancis.

15. Situs purbakala tertua yang ditemukan di Papua diperkirakan telah berusia prasejarah (40.000-50.000 tahun SM).


http://didydodyhart.mywapblog.com/fakta-unik-menarik-tentang-papua.xhtml


Dikuatkan Sumber : http://cloud.papua.go.id/id/pariwisata/artikel/Pages/Wisata-Sejarah-Situs-Arkeologi-di-Papua-Dapat-Menjadi-Wisata-Sejarah.aspx
Papua memiliki kekayaan sejarah perkembangan aktivitas manusia mulai dari masa pra sejarah, Perang Dunia II dan Perang Pasifik. Hal ini terkait dengan ditemukan berbagai fosil dan artefak, sebagai sebuah situs arkeologi yang potensial Situs purbakala tertua yang ditemukan di Papua berusia pra sejarah, yaitu 40.000 - 30.000 tahun sebelum masehi. Situs tersebut berlokasi di Kabupaten Biak , berupa gua-gua yang pada dindingnya dijumpai lukisan-lukisan gua dan fosil-fosil cangkang kerang.

Selain di Biak, penemuan dari jaman megalitikum terdapat di Situs Tutari, Kabupaten Jayapura. Di tempat ini ditemukan bongkahan batu berlukis berbentuk binatang-binatang melata.

Arkeologi dari jaman kolonial juga banyak ditemukan di beberapa daerah di Papua karena wilayah ini pernah diduduki bangsa Belanda sejak tahun 1900-an hingga Perang Pasifik tahun 1940-an.

Situs jaman kolonial ini misalnya Situs Ifar Gunung, Situs Asei Pulau dan Situs Hirekombe di Kabupaten Jayapura.

Situs lainnya adalah adalah yang berkaitan dengan sejarah masuknya agama Islam ke Papua, dengan ditemukannya Situs Makam Islam di Lapintal, Kabupaten Raja Ampat, Situs Islam di Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni.

Dengan potensi arkeologi yang demikian besar, Balai Arkeologi Jayapura membagi wilayah kerjanya menjadi enam, yaitu daerah Kepala Burung, Teluk Cenderawasih, Teluk Bintuni, Pantai Selatan dan sekitarnya, Pantai Utara dan sekitarnya serta Pegunungan Tengah.

Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kegiatan penelitian dan pengembangan Balai Arkeologi Jayapura telah menemukan 89 situs yang sangat berharga, baik dari segi pendidikan dan budaya maupun wisata sejarah.

Toraja's Elaborate Funeral Ceremonies

                                  Toraja's Elaborate Funeral Ceremonies






When approximate amounts of funds have been pledged by members of the family of the deceased Don or patriarch to ascertain that a funeral ceremony can be held, a meeting is gathered in the village attended by all family members, traditional aluk leaders and village heads to discuss details of the funeral ceremony, funds required, the minimum number of buffaloes to be slaughtered, -  for guests may run into the thousands, - and most importantly, the actual date of the funeral.
All know that funerals may take place only after the harvest and before the first sowing of the rice seeds, which normally falls between July and September.     
Toraja Funeral Ceremonies are not only sad events, but are occasions for entire families to gather from around the globe, and for villagers to participate in communal events, renewing relationships and reconfirming beliefs and traditions in the way of the ancestors.
In preparation of the Funeral Ceremony, villagers and family members build a tower on the designated ceremonial site where the meat of slaughtered cattle will be distributed during the event. In the centre of the ground is planted a stake where the sacrificial buffalo will be tied to and stabbed. Around the large site are built temporary shelters forming balconies where people can watch proceedings below.
The next day the coffin of the deceased is moved down from the Tongkonan to the floor of the rice barn where decorations are made around the bier.
Before the actual public ceremony begins, a priest or pastor will hold a Catholic mass or Protestant service for the family.
Then the public funeral starts. The day before, guests from all over Toraja, and relatives and descendents of the deceased arrive from many parts of Indonesia or even from overseas, to gather and attend this most important ceremony.
The first official day is dedicated to the seemingly endless formal procession called Ma’passa Tedong where persons, families, groups, bring with them their gifts and contributions ranging from water buffaloes to pigs, rice or alcoholic drinks. All gifts are meticulously registered and announced while donors will show off their gifts by walking around the ceremonial area. Everyone watches who gives what, so that the occasion is not only to confirm one’s status and wealth in society, but also to express former debts repaid, or even new ones made.  In the evening, the coffin is brought by hundreds of people to the ceremonial site - called Rante and placed on the high house. After the procession, start the exciting and rowdy buffalo fights, where a lot of betting goes on.  
The next day the committee tallies all gifts, and the family then decides how many buffaloes and pigs will be slaughtered and distributed to guests, and how many given to charity to neighbouring poor villages. Most expensive are the prized pied buffaloes.
The following day comes the actual slaughtering of the cattle for their meat to be distributed for meals to the thousands  attending the ceremony that lasts for over  a week. The slaughter of the sacrificial buffalo is done in public. This happens very fast and sure, where the buffalo is stabbed directly into its heart and collapses immediately. The buffalo is then hacked and its meat distributed from here, where each part is allocated to a specified person or group whose name is called out, with prime cuts given to the most important in status.
Foreigners and tourists may also be given a cut, which gives this ceremony a universal status drawing prestigious people from afar.
Finally on the actual day of burial, called :  Ma’Kaburu’  will  the coffin be carried in ceremonial procession by the thousands of villagers to the grave site passing green rice fields to its last resting place in  the caves or the crypts high up in the rock faces of the hanging graves.  (Source:” Periplus: Sulawesi, The Celebes” and other information)

Bali Cremation Ceremony “NGABEN”






Hindu funerals in Bali are intensely suggestive ceremonies of great cultural and religious significance. Funerals are centred on cremation of the body requiring a complex apparatus and characterized by a large following known as ngaben or pelebon. This practice is considered essential if the 5 elements making up the microcosm of the human body are to be returned to their original residence, the universe’s macrocosm. The five elements, Panca Maha Bhuta, are the earth (pertiwi), water (apah), fire (teja), air (bayu), and ether (akasa). Since the primordial dimension can only be attained through water and fire, the ashes are dispersed in the water of the sea or if the distance is too great, in a river. The funeral ceremony is generally led by a priest and punctuated by a lavish offering of gifts. For the occasion, a large bullock-shaped wooden structure is built and then entirely covered with white drapes if the deceased belongs to a priestly caste–in black.
There are ceremonies for every stage of Balinese life but often the last ceremony–cremation–is the biggest. A Balinese cremation can be an amazing, spectacular, colorful, noisy and exciting event. In fact it often takes so long to organize a cremation that years have passed since the death. During that time the body is temporarily buried. Of course an auspicious day must be chosen for the cremation and since a big cremation can be very expensive business many less wealthy people may take the opportunity of joining in at a larger cremation and sending their own dead on their way at the same time. Brahmans, however, must be cremated immediately. Apart from being yet another occasion for Balinese noise and confusion it’s a fine opportunity to observe the incredible energy the Balinese put into creating real works of art which are totally ephemeral. A lot more than a body gets burnt at the cremation. The body is carried from the burial ground (or from the deceased’s home if it’s and ‘immediate’ cremation) to the cremation ground in a high, multi-tiered tower made of bamboo, paper, string, tinsel, silk, cloth, mirrors, flowers and anything else bright and colourful you can think of. The tower is carried on the shoulders of a group of men, the size of the group depending on the importance of the deceased and hence the size of the tower. The funeral of a former rajah of high priest may require hundreds of men to tote the tower.
A long the way to the cremation ground certain precautions must be taken to ensure that the deceased’s spirit does not find its way back home. Loose spirits around the house can be a real nuisance. To ensure this doesn’t happen requires getting the spirits confused as to their whereabouts, which you do by shaking the tower, running it around in circles, spinning it around, throwing water at it, generally making the trip to the cremation ground anything but a stately funeral crawl.

Budaya bugis



Tidak seperti bahagian Asia Tenggara yang lain, Bugis tidak banyak menerima pengaruh India di dalam kebudayaan mereka. Satu-satunya pengaruh India yang jelas ialah tulisan Lontara yang berdasarkan skrip Brahmi,yang berkembang melalui arus perdagangan. Kekurangan pengaruh India, tidak seperti di Jawa dan Sumatra, mungkin disebabkan oleh komuniti awal ketika itu kuat menentang asimilasi budaya luar.

Selasa, 30 Oktober 2012

Perkembangan Tari Di indonesia



Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.[1]

Kidung Penjaga di Keheningan Malam


http://www2.nau.edu)

KIDUNG Rumeksa Ing Wengi“. Saya terjemahkan bebas menjadi Kidung Penjaga di Keheningan Malam. Ia merupakan tembang, gita, lagu atau nyanyian yang sangat popoler di pedesaan-pedesaan Jawa. Konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Tatkala SD di Klaten Jawa Tengah awal-awal 1980-an, saya acap mendengar “ura-ura” (senandung) lirih dan penuh penghayatan ini dari bibir tipis Pakde Minto pada keheningan malam yang tengah “leyeh-leyeh” (berbaring rileks) di bale bambu yang sudah agak reyot. Di lain waktu, kidung ini disenandungkannya sembari membuai mesra putra bungsunya yang susah tidur dan senahttp://www2.nau.edu) “KIDUNG Rumeksa Ing Wengi”. Saya terjemahkan bebas menjadi Kidung Penjaga di Keheningan Malam. Ia merupakan tembang, gita, lagu atau nyanyian yang sangat popoler di pedesaan-pedesaan Jawa. Konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa.Tatkala SD di Klaten Jawa Tengah awal-awal 1980-an, saya acap mendengar “ura-ura” (senandung) lirih dan penuh penghayatan ini dari bibir tipis Pakde Minto pada keheningan malam yang tengah “leyeh-leyeh” (berbaring rileks) di bale bambu yang sudah agak reyot. Di lain waktu, kidung ini disenandungkannya sembari membuai mesra putra bungsunya yang susah tidur dan senantiasa menangis –sebagai pengantar ke peraduan. Apabila mendengar kidung dilantunkan, aliran darah serasa terkesiap. Dan memang, pada kenyataannya kidung ini bukan sembarang kidung. Orang Jawa meyakini, dengan menyanyikannya, maka pelantun dan keluarganya akan terhindar dari malapetaka. Keseluruhan bait dari “Kidung Rumeksa Ing Wengi” berjumlah sembilan. Namun yang terkenal dan acapkali disenandungkan yakni bait pertamanya. Bait pertama sangat dikenal dan menjadi semacam “kidung wingit” karena diyakini membawa tuah seperti mantra sakti penolak bala. Jika kita cermati makna dari sembilan bait kidung ini, kandungan isinya merupakan medium dakwah dalam bentuk tembang yang sangat luar biasa. Ini menandakan bahwa para penyebar agama Islam di masa-masa awal perkembangannya di pulau Jawa mampu memahami, menjiwai dan sekaligus menjawab kebutuhan spiritualitas masyarakat. Semangat yang terkandung dari kidung ini untuk saling ingat-mengingatkan manusia agar senantiasa mendekatkan diri kepada Gusti Allah SWT. Dengan mempercayai bahwa Allah SWT sangat dekat dengan makhluk ciptaan-Nya, maka apapun rintangan dan godaan dari luar yang menghadang akan dengan mudah diatasi. Termasuk rintangan dan godaan yang kadangkala di luar kemampuan akal manusia. *** Sekarang mari kita resapi, dua buah bait gita ini dalam langgam “Dhandhanggula”. Ia seolah-olah menjadi tembang klasiknya Orang Jawa, yang abadi sepanjang masa. Hingga kini, orang-orang tua di pedesaan masih banyak yang hapal dan mengamalkan lirik tembang terkemuka ini. Kidung Rumeksa Ing Wengi (1) —————————- Ana kidung rumekso ing wengi Teguh hayu luputa ing lara Luputa bilahi kabeh Jim setan datan purun Paneluhan tan ana wani Miwah panggawe ala Gunaning wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana ngarah ing mami Guna duduk pan sirno Terjemahannya dalam bahasa Indonesia: Kidung Penjaga di Keheningan Malam (1) —————————- Ada kidung penjaga di keheningan malam Kukuh selamat terbebas dari penyakit Terbebas dari segala malapetaka Jin dan setan jahat pun tidak berkenan Segala jenis sihir pun tidak ada yang berani Apalagi perbuatan jahat Ilmu orang yang bersalah Api dan juga air Pencuri pun jauh tak ada yang menuju padaku Guna-guna sakti pun sirna *** Sementara itu, saya pilihkan bait berikutnya yang dipercaya dapat mempercepat perjodohan. Bagi orang Jawa, mengamalkan lirik ini, terutama bagi perempuan tua yang kesulitan mendapatkan suami diyakini dapat menemukan jodohnya. Disamping itu, bait ini juga dipercaya dapat menyembuhkan orang gila. Betul atau salah, dan betul-betul berkasiat atau tidak, saya serahkan pada kemantapan masing-masing pribadi. Kidung Rumeksa Ing Wengi (2) —————————- Wiji sawiji mulane dadi Apan pencar saisining jagad Kasembadan dening zate Kang maca kang angrungu Kang anurat kang anyimpeni Dadi ayuning badan Kinarya sesembur Yen winacakna ing toya Kinarya dus rara gelis laki Wong edan nuli waras Terjemahannya dalam bahasa Indonesia: Kidung Penjaga di Keheningan Malam (2) —————————- Kejadian berasal dari biji yang sama kemudian berpencar ke seluruh dunia Terimbas oleh zat-Nya Yang membaca dan mendengarkan Yang menyalin dan menyimpannya Menjadi keselamatan badan Sebagai sarana pengusir Apabila diterapkan dalam air Dipakai mandi perawan agar cepat bersuami Orang gila pun segera sembuh ***** Dwiki Setiyawan, anggota komunitas Blogger Kompasiana. http://dwikisetiyawan.wordpress.com http://www2.nau.edu) Misteri Malam (kredit foto: http://www2.nau.edu) tiasa menangis –sebagai pengantar ke peraduan.
Apabila mendengar kidung dilantunkan, aliran darah serasa terkesiap. Dan memang, pada kenyataannya kidung ini bukan sembarang kidung. Orang Jawa meyakini, dengan menyanyikannya, maka pelantun dan keluarganya akan terhindar dari malapetaka.
Keseluruhan bait dari “Kidung Rumeksa Ing Wengi” berjumlah sembilan. Namun yang terkenal dan acapkali disenandungkan yakni bait pertamanya. Bait pertama sangat dikenal dan menjadi semacam “kidung wingit” karena diyakini membawa tuah seperti mantra sakti penolak bala.
Jika kita cermati makna dari sembilan bait kidung ini, kandungan isinya merupakan medium dakwah dalam bentuk tembang yang sangat luar biasa. Ini menandakan bahwa para penyebar agama Islam di masa-masa awal perkembangannya di pulau Jawa mampu memahami, menjiwai dan sekaligus menjawab kebutuhan spiritualitas masyarakat.
Semangat yang terkandung dari kidung ini untuk saling ingat-mengingatkan manusia agar senantiasa mendekatkan diri kepada Gusti Allah SWT. Dengan mempercayai bahwa Allah SWT sangat dekat dengan makhluk ciptaan-Nya, maka apapun rintangan dan godaan dari luar yang menghadang akan dengan mudah diatasi. Termasuk rintangan dan godaan yang kadangkala di luar kemampuan akal manusia.
***
Sekarang mari kita resapi, dua buah bait gita ini dalam langgam “Dhandhanggula“. Ia seolah-olah menjadi tembang klasiknya Orang Jawa, yang abadi sepanjang masa. Hingga kini, orang-orang tua di pedesaan masih banyak yang hapal dan mengamalkan lirik tembang terkemuka ini.

Asal Usul Musik Keroncong



Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan.
Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya[1]. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Alat-alat musik
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa.
Pem-”pribumi”-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti :
  • Sitar India
  • Rebab
  • Suling bambu
  • Gendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan
  • Gong.
Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup :
  • Ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong – crong sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong).
  • Ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F).
  • Gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi).
  • Biola (menggantikan Rebab).
  • Flut (mengantikan Suling Bambu).
  • Selo, betot menggantikan kendang.
  • Kontrabas (menggantikan Gong)[2]
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.
Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).
Jenis keroncong
Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.
Perkembangan keroncong masa kini
Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661, dan ini merupakan masa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Dan akhirnya musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir. Tonggak awal adalah pada tahun 1879 [3], di saat penemuan ukulele di Hawai yang segera menjadi alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong).
Ketiga tahap tersebut adalah :
A. Masa stambul (1880-1920)
  • Stambul I
  • Stambul II
  • Stambul III
B.Masa keroncong abadi (1920-1960)
  • Langgam Keroncong
  • Stambul Keroncong
  • Kroncong Asli
  • Kadensa Keroncong
  • Gambang Keromong
Gambang Keromong adalah salah satu gaya keroncong yang dikembangkan oleh Etnis Tionghoa (gambang adalah alat musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan keromong adalah istilah lain dari kempul) yang dikembangkan tahun sekitar 1949 di Jakarta (tanjidor), namun kemudian berkembang di Semarang (ingat lagu Gambang Semarang – Oey Yok Siang).
Sebenarnya Gambang Keromong yang lahir di Masa Keroncong Abadi 1920-1960 adalah cikal bakal Campursari yang lahir pada Masa Keroncong Modern.
C. Masa keroncong modern (1960-kini)
  • Langgam Jawa
  • Keroncong Beat
  • Campur Sari
  • Keroncong Koes Plus
  • Keroncong Dangdut ( Cong – Dut )
Tokoh keroncong
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah Bengawan Solo. Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki “Buaya Keroncong” oleh insan keroncong Indonesia, sebutan untuk pakar musik keroncong.
Gesang menyebut irama keroncong pada MASA STAMBUL (1880-1920), yang berkembang di Jakarta (Tugu , Kemayoran, dan Gambir) sebagai Keroncong Cepat; sedangkan setelah ousat perkembangan pindah ke Solo (MASA KERONCONG ABADI: 1920-1960) iramanya menjadi lebih lambat.
Di sisi lain nama Anjar Any (Solo, pencipta Langgam Jawa lebih dari 2000 lagu yang meninggal tahun 2008) juga mempunyai andil dalam keroncong untuk Langgam Jawa beserta Waljinah (Solo), sedangkan R. Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat, Manthous (Gunung Kidul, Yogyakarta) untuk Campursari dan Koes Plus (Solo/Jakarta) untuk Keroncong Rock, serta Didi Kempot (Ngawi) untuk Congdut.

Karapan Sapi: Madura Punya Tradisi

pasuruan

Karapan Sapi adalah acara khas masyarakat Madura yang di gelar setiap tahun pada bulan Agustus atau September, dan akan di lombakan lagi pada final di akhir bulan September atau October. Pada Karapan Sapi ini, terdapat seorang joki dan 2 ekor sapi yang di paksa untuk berlari sekencang mungkin sampai garis finis. Joki tersebut berdiri menarik semacam kereta kayu dan mengendalikan gerak lari sapi. Panjang lintasan pacu kurang lebih 100 meter dan berlangsung dalam kurun waktu 10 detik sampai 1 menit.

Selain di perlombakan, karapan sapi juga merupakan ajang pesta rakyat dan tradisi yang prestis dan bisa mengangkat status sosial seseorang. Bagi mereka yang ingin mengikuti perlombaan karapan sapi, harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk melatih dan merawat sapi-sapi yang akan bertanding sebelumnya. Untuk membentuk tubuh sepasang sapi yang akan ikut karapan agar sehat dan kuat, dibutuhkan biaya hingga Rp4 juta per pasang sapi untuk makanan maupun pemeliharaan lainnya. Sapi karapan diberikan aneka jamu dan puluhan telur ayam per hari, terlebih-lebih menjelang diadu di arena karapan.

Bagi masyarakat Madura, Kerapan dilaksanakan setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Untuk saat ini, selain sebagai ajang yang membanggakan, kerapan sapi juga memiliki peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi, yaitu sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan, peran magis religious; misal adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding dan adanya mantra-mantra tertentu. Terdapat seorang 'dukun' yang akan 'mengusahakan'nya. Pada setiap tim pasti memiliki seorang 'dukun' sebagai tim ahli untuk memenangkan perlombaan.

Prosesi awal dari karapan sapi ini adalah dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura, yaitu Saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang


http://www.eastjava.com/tourism/pasuruan/ina/bull-race.html