Sabtu, 26 Januari 2013

Astana Giribangun

Berkas:Astana Giribangun06.jpg
Astana Giribangun adalah sebuah mausoleum bagi keluarga mantan presiden Indonesia ke-2, Suharto. Lokasinya berada di sebelah timur kota SurakartaIndonesia, tepatnya di Desa Girilayu, Kecamatan MatesihKabupaten Karanganyar, sekitar 35 km dari Surakarta.


Makam ini dibangun di atas sebuah bukit, tepat di bawah Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram. Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 666 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, MN II, dan MN III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan; untuk tetap menghormat para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegoro III. Komplek makam ini memiliki tiga tingkatan cungkup (bangunan makam): cungkup Argo Sari teletak di tengah-tengah dan paling tinggi, di bawahnya, terdapat cungkup Argo Kembang, dan paling bawah adalah cungkup Argo Tuwuh.
Pintu utama Astana Giribangun terletak di sisi utara. Sisi selatan berbatasan langsung di jurang yang di bawahnya mengalir Kali Samin yang berkelok-kelok indah dipandang dari areal makam. Terdapat pula pintu di bagian timur kompleks makam yang langsung mengakses ke Astana Mangadeg.
Selain bangunan untuk pemakaman, terdapat sembilan bangunan pendukung lainnya. Di antaranya adalah masjid, rumah tempat peristirahatan bagi keluarga Soeharto jika berziarah, kamar mandi bagi peziarah utama, tandon air, gapura utama, dua tempat tunggu atau tempat istirahat bagi para wisatawan, rumah jaga dan tempat parkir khusus bagi mobil keluarga.
Di bagian bawah, terdapat ruang parkir yang sangat luas. Di masa Soeharto berkuasa, di areal ini terdapat puluhan kios pedagang yang berjualan suvenir maupun makanan untuk melayani peziarah dan wisatawan. Namun kini di tempat itu tidak diizinkan lagi menjadi tempat berjualan dengan alasan keamanan dan ketenangan.
Berkas:Astana Giribangun05.jpg

Argosari

Makam yang luas itu terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya adalah bagian utama yang disebut Cungkup Argosari yang berada di dalam ruangan tengah seluas 81 meter persegi dengan dilindungi cungkup berupa rumah bentuk joglo gaya Surakarta beratap sirap. Dinding rumah terbuat dari kayu berukir gaya Surakarta pula.
Di ruangan ini hanya direncanakan untuk lima makam. Saat ini paling barat adalah makam Siti Hartini, di tengah terdapat makam pasangan Soemarharjomo (ayah dan ibu Tien) dan paling timur adalah makam Ibu Tien Soeharto. Tepat di sebelah barat makam Ibu Tien terdapat makam Soeharto.
Masih di bagian Argosari, tepatnya di emperan cungkup seluas 243 meter persegi, terdapat tempat yang direncanakan untuk makam 12 badan.
Di beranda cungkup seluas 405 meter persegi terdapat areal untuk 48 badan. Yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah penasihat, pengurus harian serta anggota pengurus Yayasan Mangadeg yang mengelola pemakaman tersebut. Termasuk yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono beserta istri.

Argokembang

Bagian yang berada di luar lokasi utama adalah Cungkup Argokembang seluas 567 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 116 badan. Yang dapat dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus pleno dan seksi Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang dianggap berjasa kepada yayasan yang mengajukan permohonan untuk dimakamkan di astana tersebut.

Argotuwuh

Paling luar adalah Cungkup Argotuwuh seluas 729 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 156 badan. Seperti halnya Cungkup Argo Kembang, yang berhak dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang mengajukan permohonan.


http://id.wikipedia.org/wiki/Astana_Giribangun


Kotagede, Warisan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Kotagede,-Warisan-Sejarah-Kerajaan-Mataram-Kuno
Warisan kemegahan Kerajaan Mataram abad ke-16 Pada abad ke 14, Pulau Jawa berada di bawah kepempinan kesultanan Pajang yang berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya, Sultan yang memimpin pada saat tersebut memberikan hadiah berupa Alas (hutan) Mentaok dengan area yang cukup luas kepada Ki Gede Pemanahan. Hadiah ini diberikan setelah beliau berhasil menaklukkan musuh kerajaan. Selanjutnya, Ki Gede Pemanahan dengan keluarga dan pengikutnya berpindah ke Alas Mentaok, sebuah hutan yang sebenarnya adalah pusat Kerajaan Mataram Hindu pada masa - masa sebelumnya. Beliau membangun desa kecil di hutan tersebut.
Desa berkembang dan setelah Ki Gede Pemanahan wafat serta digantikan oleh putranya yang bernama Senapati Ingalaga, desa berkembang sangat pesat, menjadi pusat kota yang ramai. Kota tersebut dinamakan Kotagede, yang berarti kota besar. Selanjutnya, Senapati membangun benteng yang mengelilingi keraton. Ada 2 (dua) benteng yang dibangun, yaitu benteng dalam (cepuri) dan benteng luar (baluwarti), mengelilingi kota yang mempunyai area 200 Ha. Kotagede juga dilengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai, mengelilingi benteng luar. Selanjutnya, terjadi peristiwa perebutan kekuasaan di Kesultanan Pajang, setelah Sultan Hadiwijaya wafat. Putra mahkota yang bernama Pajang, pangeran Benawa, berhasil disingkirkan oleh Arya Pangiri. Dengan berbekal bantuan Senapati, pangeran Benawa berusaha merebut kekuasaan kembali. Arya Pangiri pun akhirnya berhasil ditaklukkan namun beliau diampuni oleh Senapati.
Setahun kemudian, Pangeran Benawa meninggal dan Senapati ditunjuk untuk menjadi pemimpin Kesultanan Pajang. Sejak saat itu Senapati dinobatkan menjadi raja pertama Mataram Islam, dengan gelar Panembahan. Beliau tidak mau memakai gelar Sultan Pajang, dengan maksud untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Dengan menjadi raja Mataram Islam, Senapati menentukan pusat kota dan istana pemerintahannya di Kotagede. Panembahan Senapati akhirnya wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede berdekatan dengan makam ayahnya. Kerajaan Mataram Islam kemudian berhasil menguasai hampir seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia) dan mencapai puncak kejayaannya di bawah pimpinan raja ke-3, yaitu Sultan Agung (cucu Panembahan Senapati). Pada tahun 1613, Sultan Agung memindahkan pusat kerajaan ke Karta (dekat Plered) dan akhirnya berakhirlah masa Kotagede sebagai pusat kerajaan Mataram Islam.
Ada sejumlah peninggalan Kotagede yang sangat menarik, sebagai peninggalan kerajaan Mataram Islam, seperti makam para pendiri kerajaan, Mesjid Kotagede, rumah tradisional berarsitektur Jawa Mataram, hingga sisa reruntuhan benteng. Kompleks makam pendiri kerjaan Mataram berada sekitar 100 meter dari pasar Kotagede, dikelilingi tembok besar dan kokoh. Pintu Gapura memasuki kompleks makam ini masih memiliki ciri arsitektur budaya Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang tebal dengan ukiran yang indah dan dijaga oleh sejumlah abdi dalem berbusana adat Jawa. Ada 3 gapura yang harus dilewati sebelum masuk ke bangunan makam. Uniknya, kita diharapkan untuk menggunakan busana adat jawa untuk memasuki area makam. Pengalaman menarik menggunakan busana layaknya abdi dalem kerajaan Jawa kuno. Kita akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang menuju bangunan makam.
Untuk masuk ke dalam makam, kita harus mengenakan busana adat Jawa (bisa disewa di sana). Pengunjung diperbolehkan untuk masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, dan Jumat, dengan periode waktu pada pk 08.00 - 16.00. Pengunjung tidak diperbolehkan untuk memotret dan mengenakan perhiasan emas di dalam bangunan makam. Sejumlah tokoh penting yang dimakamkan di sini adalah Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, dan anggota keluarganya. Memasuki makam, suasana terkesan sepi dan tenang, serta sangat khusuk. Keluarga kerajaan, baik kraton Yogyakarta maupun Surakarta, masih menjaga kelestarian makam ini dengan sangat baik. Di dalam kompleks makam, kita juga bisa menemui mesjid tertua di kota Yogyakarta, yaitu Mesjid Kotagede. Selain itu, ada sejumlah rumah tradisional Jawa Mataram, yang bisa dilihat di depan kompleks makam. Masih terawat dengan baik dan rumah tradisional ini masih digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat tinggal. Di sebelah barat daya dan tenggara, kita juga bisa menemukan sisa reruntuhan benteng dengan tembok setebal >1 meter. Sementara, untuk melihat sisa parit pertahanan yang mengelilingi benter, kita bisa beranjak ke sebelah timur, selatan, dan barat.
Di samping kompleks makam, kita juga bisa mendapati tempat pemandian. Ada pemandian khusus pria dan wanita. Konon, air untuk pemandian pria diperoleh dari sumber di dalam kompleks makam. Sementara, air untuk pemandian wanita, diperoleh dari sumber pohon beringin di depan gerbang utama. Konon, pohon beringin ini ditanam langsung oleh Sunan Kalijaga dan telah berusia lebih dari 500 tahun. Sangat besar dengan ketinggian lebih dari 30 meter, seakan menjadi penjaga kompleks makam kotagede. Di dalam kompleks pemandian ini, terdapat hal unik bagi masyarakat awam. Kolam pemandian bercampur dengan sejumlah ikan dan ada ikan lele berukuran sangat besar bebas berenang di sini. Ukuran panjang lele 80 - 100 cm membuat kita terpesona. Belum lagi ada lele berwarna putih dengan bercak2 hitam, yang relatif langka. Bagi pengunjung yang sekedar berwisata, bisa menikmati cuci muka tangan dan kaki di sumur dekat pemandian. Sangat segar dan airnya bisa langsung diminum.
Berjalan jalan sambil menelusuri sejarah Kotagede akan menambah wawasan kita terhadap sejarah masa lalu kotagede yang pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Mataram Jawa. Budaya dan sejarah patut dilestarikan karena merupakan asal muasal dari peradaban masyarakat Jawa saat ini. Mengenal kota Yogyakarta tidak akan utuh tanpa berkunjung ke kotagede, pusat kerajaan Mataram masa lalu.

http://www.dusunmerapi.com/artikel-detil-40-Kotagede,-Warisan-Sejarah-Kerajaan-Mataram-Kuno.html

Kamis, 24 Januari 2013

Sejarah Lagu Nina Bobo


Nina dalam lirik lagu Nina Bobo itu adalah seorang anak perempuan blaster-an Indonesia-Belanda yang lahir pada tahun 1871. Nama lengkapnya Helenina Mustika van Rodjnik. Ibunya berasal dari Jawa, bernama Mustika, sehari-hari bekerja sebagai penari. Ayahnya berasal dari Belanda, Kapten Van Rodjnik. 

Sejarah Lagu Nina Bobo
Sejak Helenina masih bayi, ibunya memang selalu menidurkannya dengan sebuah melodi penenang. Kapten Van Rodjnik meminta istrinya untuk membuat lirik lagu penenang itu supaya Helenina dan Van Rodjnik bisa mengerti. Dan karena rumah mereka banyak nyamuk, jadilah lirik Nina Bobo seperti yang sekarang kita tau.

Kasihan, pada tahun 1875, Helenina sakit demam tinggi yang membuatnya menangis setiap malam. Ibunya menyanyikan lagu Nina Bobo semalaman. Akhirnya, pada suatu malam awal 1878, nyawa Helenina tidak bisa diselamatkan.  waktu itu umurnya masih 6 tahun. Sehingga keluarga Kapten Van Rodjnik pun berduka.

Suatu malam, seminggu setelah Helenina dimakamkan, Kapten Van Rodjnik mendengar istrinya menyanyikan lagu Nina Bobo di kamar mandi. Suaranya menggema. Setelah ditanya mengapa oleh Kapten Van Rodjnik, istrinya bilang “Tadi saya dengar Nina nangis di sini. Jadi, saya nyanyi di sini. Karena sedih dan dihantui rasa kehilangan, Ibu Mustika (ibunya Helenina) masih suka menyanyikanlagu Nina Bobo sampai bertahun-tahun. Kemudian Ibu Mustika meninggal di tahun 1929.

Setelah kematian Ibu Mustika dan Helenina, Kapten Van Rodjnik tinggal sendirian di rumah tadi. Katanya ada beberapa kejadian yg menimpa si Kapten, Pernah beberapa kali Kapten Van Rodjnik mendengar suara bayi menangis, tapi dia tidak peduli dan langsung tidur. Akhirnya beberapa kali juga dia mengalami mimpi melihat dan mendengar anak kecil menangis. Sampai puncaknya di suatu malam, Kapten mendengar suara anak kecil menangis lagi. Tapi dia juga tidak peduli dan langsung tidur.

Akhirnya waktu tengah malam si Kapten dibangunkan oleh tangan anak kecil umur 6 tahun yang nangis2. Mungkin si Helenina tadi. Katanya si anak membangunkannya sambil berbicara. Yang kira-kira bunyinya, "Papa.. Kok papa nggak nyanyiin buat Nina?" Setelah malam itu, pikiran Kapten jd terganggu. Akhirnya dia selalu menyanyikan lagu itu sendirian di kamarnya tiap malam, sampai dia meninggal. ih serem banget yaa

Menurut cerita yang kami terima, si Nina sampai sekarang masih noni blasteran Indonesia-Belanda tapi wajahnya nenek-nenek.


http://kumpulansejarah-aris.blogspot.com/2013/01/sejarah-lagu-nina-bobo.html

DULU SURAKARTA ADALAH DAERAH ISTIMEWA


Lambang Keraton Surakarta

Provinsi Surakarta atau Daerah Istimewa Surakarta (DIS) adalah sebuah provinsi yang pernah ada sejak Agustus 1945 sampai tanggal 16 Juni 1946. Provinsi ini merupakan bagian dari Republik Indonesia yang terdiri atas Daerah Istimewa Kasunanan dan Daerah Istimewa Mangkunagaran dan diperintah secara bersama oleh KNI Daerah Surakarta, Susuhunan dan Mangkunegara. Penetapan status Istimewa ini dilakukan Presiden RI Soekarno sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia.
Pada Oktober 1945, muncul gerakan Anti swapraja atau anti monarki atau anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan komunis. Pada tanggal 17 Oktober 1945, Pepatih Dalem (perdana menteri) Kasunanan KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerombolan Anti swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Anti swapraja. Maret 1946, Pepatih Dalem yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama. Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa.


KGPAA Mangkunegoro VIII


A.\tDaerah Istimewa Surakarta
Sejarah panjang Daerah Istimewa Surakarta, bermula dari rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945. Pada saat itu, PPKI menetapkan wilayah Republik Indonesia dibagi atas delapan propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatera serta dua Daerah Istimewa, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Penetapan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945, tak terlepas dari adanya surat dari Kasunanan Surakarta sehari sebelumnya. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Sri Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII menyampaikan kawat dan ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia yang selanjutnya diikuti maklumat resmi dukungan berdiri di belakang Republik Indonesia pada tanggal 1 September 1945 yang intinya berisi:
1.\tNegeri Surakarta yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.
2.\tHubungan Negeri Surakarta dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung.
Atas dasar maklumat PB XII, Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 memberikan piagam kedudukan kepada Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII pada kedudukan sebagai kepala Daerah Istimewa.


http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000014699239


Daerah istimewa

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dulu juga ada Daerah Istimewa Surakarta,, dan lain-lain.
ACEH

Lambang AcehAceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:
  1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
  2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
  3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
  4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
  5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh.

Surakarta


Provinsi Surakarta atau Daerah Istimewa Surakarta (DIS) adalah sebuah "provinsi" yang pernah ada sejak Agustus 1945 sampai tanggal 16 Juni 1946.[2] Provinsi ini merupakan bagian dari Republik Indonesia (RI) yang terdiri atas Daerah Istimewa Kasunanan dan Daerah Istimewa Mangkunagaran dan diperintah secara bersama oleh KNI Daerah Surakarta, Susuhunan dan Mangkunegara.
Penetapan status Istimewa ini dilakukan Presiden RI Soekarno sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia.
Pada Oktober 1945, muncul gerakan Anti swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, pimpinan Partai Murba. Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan sosialis.
Tanggal 17 Oktober 1945, Pepatih Dalem (perdana menteri) Kasunanan KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerombolan Anti swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Anti swapraja. Maret 1946, Pepatih Dalem yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.
Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka untuk sementara waktu Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran dan daerah Surakarta yang bersifat istimewa sebagai karesidenan sebelum bentuk dan susunannya ditetapkan undang-undang. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat sebagai warga negara Republik Indonesia dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa.

YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan.Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKIsebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara[1].


http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_istimewa
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Yogyakarta
http://nikenjati.blogspot.com/2012/03/blog-post.html
http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000014699239

Goa Gong




Goa Gong terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Donorejo Kota Pacitan, kota  ujung selatan Jawa Timur. Goa yang berbentuk horizontal dengan panjang sekitar 256meter, di dalamnya terdapat staloaklit(batuan kapur berbentuk kerucut di langit-langit) dan stalagmit(batuan kapur yang berdiri tegak di dasar) ini diperkirakan berusia ratusan tahun. Beberapa peneliti dan wisatawan mancanegara menilai goa ini termasuk goa yang paling indah di Asia Tenggara.
Nama Goa Gong sendiri diambil dari cerita yang beredar di masyarakat karena di dalam goa ini sering terdengar bunyi-bunyian yang menyerupai suara gong. Jika anda memukul atau mengetuk salah satu stalaktit dan stalakmit, maka akan berbunyi seperti dengungan gong yang memenuhi ruang di dalam goa. Goa Gong memiliki banyak sekali bentuk stalaktit dan stalakmit. Bisa dibilang, goa dengan bentuk terlengkap yang ada di Jawa. Salah satu keindahannya adalah menyerupai girden dengan bintik-bintik seperti mutiara di dalamnya.
Ketika menuju ke objek wisata ini, sepanjang perjalanan anda akan disuguhi pegunungan kapur di kanan kiri. Selain pegunungan kapur, pohon jati di pinggiran bukit juga menjadi pemandangan menyejukkan mata. Sebelum masuk ke dalam goa, sejumlah pedagang mulai dari pedagang souvenir, akik hingga makanan khas daerah Pacitan berjajar di jalan menuju goa. Saat memasuki goa, kondisi goa yang gelap dengan sedikit penerangan akan menghipnotis pengunjung dengan indahnya pemandangan stalaktit dan stalakmit disertai pijar lampu neon yang berwarna-warni. Misalkan saja yang menarik adalah batuan yang menyerupai patung Budha yang tidak jauh dari pintu masuk.
Goa Gong memiliki beberapa ruangan. Ruang pertama adalah ruang Sendang Bidadari yang terdapat sendang kecil dengan air dingin dan bersih di dalamnya. Di sebelahnya adalah ruang Bidadari. Ruang ketiga dan keempat adalah ruang Kristal dan marmer, di dalamnya tersimpan batu Kristal dan marmer dengan kualitas yang mendekati sempurna. Ruangan kelima berupa ruangan yang amat luas. Ruang keenam adalah ruang pertapaan. Dan ruang terakhir adalah ruang Batu Gong, dimana di ruangan ini terdapat batu-batu yang apabila kita tabuh akan mengeluarkan bunyi seperti gong. Di bagian goa terdapat beberapa genangan air yang disebut sendang. Ada sendang yang terisi air dan adapula yang terlihat kering. Di antara sendang tersebut dibatasi oleh dinding batuan yang besar dan pengunjung berjalan melewati di antara celah batuan yang ada. Perjalanan sampai ujung goa kemudian diarahkan menuju mulut goa untuk keluar. Perjalanan wisata ini sangat menyenangkan apabila saat berkunjung kesini anda bersama orang-orang terkasih seperti keluarga, rekan, teman bahkan pasangan anda. Anda pun dapat berlibur beberapa hari di Kota Pacitan karena selain banyak tempat wisata, banyak pula hotel-hotel yang disediakan seperti :
http://www.1001wisata.com/goa-gong-pacitan/

Sekaten dan Grebeg Maulud, Warisan Abadi dari Solo


Gunungan berupa hasil bumi yang disiapkan (Muchus Budi R./detikFoto)

Slogan Solo, 'The Spirit Of Java' membuat kota ini penuh nuansa tradisi. Salah satunya adalah Sekaten dan Grebeg Maulud yang diadakan tiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ini acara yang dinanti masyarakat Solo tiap tahun.

Maulid adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam ajaran Islam. Banyak tiap daerah di Indonesia yang merayakan perayaan ini. Solo juga menggelar perayaan Maulid Nabi dengan meriah dan khidmat. Ada dua acara penting dan besar, yaitu Sekaten dan Grebeg Maulud. Dua acara besar yang mengundang banyak wisataan untuk melihatnya dari dekat.

Sekaten adalah upacara perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara ini berlangsung selama 7 hari, yang di tahun ini jatuh pada tanggal 30 Januari-5 Februari 2012. Sekaten merupakan tradisi peninggalan dari Kerajaan Demak. Konon, nama Sekaten berasal dari bahasa Arab, yaitu syahadatain. Ternyata, upacara Sekaten sangat erat dengan sejarah penyebaran agama Islam di Solo.
Suasana saat gunungan diarak (Muchus Budi R./detikFoto)
Selain itu, terdapat pasar malam dalam perayaan Sekaten. Pasar malam berlangsung selama perayaan Sekaten, bahkan berminggu-minggu sebelumnya. Pasar malam tersebut berada di alun-alun utara Solo. Di dalam pasar malam, ada banyak jenis permainan seperti, komedi putar, odong-odong, dan masih banyak lagi. Serta banyak penjual makanan yang menjajakan kuliner-kuliner khas Solo. 


Puncak acara sekaten adalah saat Grebeg Maulud. Grebeg Maulud bertepatan pada tanggal 5 Februari besok atau tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam. Dalam Grebeg Maulud terdapat gunungan, yaitu acara puncak dari rangkaian upacara perayaan Maulid Nabi. Gunungan berisi hasil-hasil bumi berupa kacang-kacangan, buah, berbagai macam sayuran dan masih banyak lagi yang disusun melingkar. Hasil-hasil bumi di gununggan adalah hasil-hasil bumi yang terbaik di Solo.
Seorang abdi dalem yang menyiapkan sesaji (Muchus Budi R./detikFoto)
Grebeg Maulud ditandai dengan dikeluarkannya gunungan makanan dari dalam kompleks kraton dan dibawa menuju Masjid Agung Kraton. Gunungan tersebut akan direbutkan oleh masyarakat Solo. Setiap orang akan bersaing sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan hasil-hasil bumi yang berada di dalam gunungan. Bukan hanyak karena kualitas hasil buminya, namun gunungan dipercaya juga menyimpan banyak rezeki dan berkah. Sebelum diperebutkan, gunungan di doakan dulu di dalam keraton agar menjadi berkah bagi masyarakat Solo.

Sebagai warisan dan adat turun menurun, tradisi seperti ini harus terus dijaga dan dilestarikan.

http://travel.detik.com/read/2012/02/02/131104/1832361/1025/4/sekaten-dan-grebeg-maulud-warisan-abadi-dari-solo

Mengenang Sejarah dan Berwisata di Ambarawa



Ambarawa sebuah kota kecil yang terletak di jalur lintasan antara kota Bawen dan Muntilan di Jawa Tengah. Mungkin, kota-kota kecil tersebut tak terlalu akrab bagi masyarakat yang tinggal di luar kota Semarang atau Yogyakarta. Kota Bawen memang kota kecil. Kota ini merupakan persimpangan jalur kendaraan dari Semarang menuju Salatiga atau Magelang. Nah, bila kita berkendaraan dari Semarang menuju Magelang, setelah Bawen kita akan melewati Ambarawa.
Sedikit cerita tentang kota berhawa sejuk ini. Ada legenda yang melatarinya, yakni legenda Rawapening. Rawa ini memang terbentang amat luasnya. Rawa inilah yang menjadi sebab mengapa kota ini bernama Ambarawa, yang artinya rawa yang luas (amba=luas; bhs. Jawa). Dan, sampai saat ini Rawapening tersebut pun masih ada.
Berkunjung ke Ambarawa, kita akan menemukan berbagai obyek wisata menarik. Di sana ada museum kereta api dengan koleksi kereta tuanya. Atau jika kita bergeser ke daerah wisata Bandungan, terletak kurang lebih 20 kilometer dari Ambarawa, kita bisa berkunjung ke lokawisata sejarah Candi Gedong Songo.
Untuk mencapai obyek wisata ini tidaklah sulit. Bila berangkat dari kota Semarang kita naik bus jurusan Yogyakarta. Begitupun sebaliknya, bila dari Yogyakarta pilihlah bus ke Semarang. Lalu, turun di kota Ambarawa. Demikian pula bila menggunakan kendaraan pribadi. Tempuhlah jalur Semarang-Yogyakarta.




Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.
Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.




Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.
Semakin tinggi kita mendaki matapun takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.
Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.
Candi ini dinamakan Gedong Songo karena memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit.
Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.
Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah.
Keberadaan lokawisata candi Gedong Songo memang sudah tak asing lagi bagi para pelancong. Saat musim liburan lokawisata ini akan ramai dikunjungi. Pelancong tak hanya datang dari kota-kota sekitar lokawista, tapi juga dari kota lain seperti Semarang, Solo, Yogyakarta bahkan Jakarta. (rn)

Makna Dibalik Nama Gunung Slamet




GUNUNG “Slamet” di Jawa Tengah menyimpan makna, setidaknya dari nama yang disematkan selama ini. Nama “Slamet” terdengar lebih menyejukkan disbanding Merapi misalnya, yang mengesankan suasana garang.

Ternyata orang tua jaman dahulu sadar betul bahwa keselamatan (dalam makna yang seluas-luasnya) merupakan modal sosial yang tak ternilai. Keadaan slamet jauh lebih penting dari harta dan kedudukan. Segala atribut kesenangan duniawi tak ada maknanya jika diri tidak selamat.

Maka pemberian nama “Slamet” merupakan bagian dari kearifan lokal untuk menyadarkan manusia agar mau menjaga keselamatan hidup dengan menjaga lingkungan secara baik. 

Nama Gunung Slamet pun memiliki sejarah tersendiri. Kata "Slamet" artinya Selamat. Lewat buku "Three Old Sundanese Poems", terbitan KITLV Leiden tahun 2006, J. Noorduyn menyebutkan bahwa nama gunung Slamet adalah relatif baru, yakni saat masuknya Islam ke Jawa, dengan merujuk kepada naskah kuno Sunda Bujangga Manik. Adapun nama lama dari gunung ini adalah Gunung Agung yang artinya Gunung yang sangat tinggi dan dipuja. (www.berita8.com).

Pergantian nama ini berdampak positif. Nama Gunung Agung terkesan berlebihan seolah menandingi kebesaran Tuhan yang menciptakan gunung itu. Dengan demikian telah terjadi pergeseran makna secara radikal, yang semula mengandung pemberhalaan berubah menjadi pesan (doa) keselamatan. 

Dan kita tahu, dalam realitasnya, gunung Slamet tampak lebih bersahabat dengan manusia. Meskipun dalam tataran geologis tergolong gunung yang masih aktif, toh warga sekitar tidak terlalu merisaukannya. Mungkin ada semacam keyakinan bahwa nama “Slamet” telah menjadi gembok pengunci pintu bencana. Dan sejarah pun membenarkan. Dari sekian letusan gunung Slamet, konon tidak memakan korban jiwa. 

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/2282620-makna-dibalik-nama-gunung-slamet/#ixzz2IteS0CSi

Hewan Mitologi hidup di Indonesia!..

Hewan mitologi atau hewan legenda yang biasanya hanya kita dengar dari dongeng-dongeng ternyata ada di Indonesia setidaknya mirip dengan hewan mitologi yang dimaksud. Mau tahu hewan atau binatang apa saja itu?.. Berikut indonesiatop.blogspot.com akan memuat list hewan Indonesia yang mirip dengan hewan mitologi:

1. Burung Cendrawasih dengan Burung Phoenix


Burung Cendrawasih yang bisa ditemukan di Papua, Indonesia ini sering dijuluki dengan bird of paradise atau phoenix bird. Burung ini memang memiliki bentuk dan warnanya yang unik sekilas mirip dengan hewan mitologi Phoenix. Tentu saja bulu-bulu Cendrawasih bukan dari api seperti Phoenix. Walaupun begitu Cendrawasih adalah burung yang sangat indah bentuknya. Burung ini dikenal karena bulu yang sangat memanjang dengan warna merah atau kuning yang indah.

* Phoenix dalam mitologi dari Mesir kuno adalah burung api keramat. Phoenix membakar dirinya sendiri oleh api dan dilahirkan kembali dari api. Biasanya digambarkan mempunyai bulu emas dan merah.

2. Komodo dengan Naga



Pada awal abad 19 di Eropa tersiar kabar tentang adanya naga raksasa yang hidup di kepulauan Indonesia. Para pelaut militer Belanda waktu itu pernah memberi laporan bahwa makhluk tersebut kemungkinan berukuran sampai tujuh meter panjangnya, dengan tubuh raksasa dan mulut yang senantiasa menyemburkan api. Kolonial Belanda kemudian mengirim satu regu tentara terlatih, dan mendarat di pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Ternyata mereka menemukan Komodo. Komodo mirip naga-naga pada lukisan zaman abad pertengahan. Hal yang membedakan Komodo dari naga, ialah Komodo tidak menyemburkan lidah api.

*Dragon atau naga adalah hewan dengan ukuran yang besar. Mereka berbentuk reptil dan nafasnya dapat menyemburkan api.


3. Tarsier dengan Gremlin


Di pulau Sulawesi, ditemukan suatu tarsier kerdil yang masih hidup, salah satu primata yang paling langka dan paling kecil di dunia. Binatang ini memiliki mata dan telinga besar yang mirip dengan binatang Gremlin. Pygmy tarsier berukuran kecil dengan bobot hanya 50 gram. Hewan ini hidup di atas pohon dan banyak melakukan aktivitasnya di malam hari.

* Gremlin adalah tokoh monster bertubuh kecil dan berwarna hijau. Gremlin sangat mengganggu dan mengkonsumsi energi listrik. Menurut dongeng orang-orang Inggris, Gremlin suka merusak mesin pesawat.

4. Dugong dengan Duyung


Pernah dengar cerita pelaut yang pernah melihat duyung?.. Kemungkinan duyung itu adalah mamalia air yang dikenal sebagai dugong. Mamalia ini bisa ditemukan di perairan dangkal perairan Indonesia terutama kawasan timur. Dugong ini memang tidak memiliki badan manusia. Dugong adalah mamalia laut pemakan tumbuhan.
* Puteri duyung adalah makhluk air yang memiliki kepala dan tubuh layaknya seorang perempuan dan ekor menyerupai ikan.

5. Badak bercula satu dengan Unicorn


Marcopolo pada abad 13 dalam tulisannya pernah melihat Unicorn berwarna hitam di kepulauan Indonesia. Ternyata yang ditemukan Marco Polo itu bukannya unicorn, melainkan badak. Di Ujung Kulon terdapat Badak bercula satu seperti halnya Unicorn yang memiliki satu tanduk di kepalanya. Badak Jawa merupakan binatang terbesar di Jawa. Beratnya bisa mencapai 1,5 ton.

* Unicorn merupakan kuda dengan tanduk yang panjang di kepalanya.

6. Bekantan dengan Tengu



Orang-orang Jepang yang melihat Bekantan menyebutkan bahwa hewan ini mirip dengan tengu, makhluk mitologi yang dikenal di Jepang. Kera Bekantan merupakan kera yang memiliki hidung yang panjang berbeda dengan kera pada umumnya. Karena Hidung panjangnya ini, orang Jepang menyebutnya sebagai monyet Tengu. Bedanya Bekantan tidak memiliki sayap seperti Tengu. Bekantan bisa ditemukan di Pulau Kalimantan.
*Tengu adalah makhluk mitologi Jepang. Tengu memiliki wajah merah dan hidung yang luar biasa panjang. Tengu juga memiliki sepasang sayap, serta kuku kaki dan tangan yang sangat panjang.


Hewan-hewan Indonesia yang disebutkan tadi memang bukanlah hewan mitologi, mereka benar-benar ada tetapi hewan-hewan tersebut kini terancam kepunahan. Kalau mereka punah, mereka akan benar-benar menjadi hewan mitologi yang hanya akan jadi dongengan untuk anak cucu kita di masa depan. Kita bangsa Indonesia wajib menjaganya dari kepunahan.

http://indonesiatop.blogspot.com/search/label/Fauna